Amanah terbesar yang dititipkan oleh Allah SWT. kepada orang tua ialah anak. Manakala Allah Ta’ala telah menitipkan anak kepada orang tua, maka Ia akan menjadi amanah terbesar sepanjang masa. Sejak dalam kandungan hingga ke pelaminan, secara moral dan sosial anak tak bisa terpisahkan.

Bila dididik dengan baik, maka akan terlahir generasi Rabbani dan menjadi investasi terbaik sepanjang masa di akhirat kelak. Anak akan senantiasa mendoakan kita meski episode kehidupan di dunia telah tiada. Pendidikan dan pengajaran tersebut merupakan sebaik-baiknya hadiah yang diberikan orang tua kepada anaknya. Tentu hal ini tidak akan terwujud tanpa mengikuti teladan dan manhaj (metode) Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.

Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala dalam kitab-Nya:

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهۡتَدُواْۚ

Artinya: “Dan jika kamu taat kepadanya (Muhammad), niscaya kamu mendapatkan petunjuk.” (Q.S. An-Nur:54)

Di lain sisi, bila didikan orang tua kepada anak dilakukan secara serampangan dan dibiasakan dengan keburukan. Anak akan sengsara dan binasa serta akan membinasakan pula orang tuanya lantaran dosanya akan ditanggung oleh mereka. Olehnya itu, pendidikan dan pengasuhan anak merupakan hal fundamental dan wajib, khususnya bagi kedua orang tua, dan umumnya bagi para pendidik.

Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt. dalam kitab-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Q.S. Al-Tahrim:6)

Ali bin Abi Thalib R.A. (Abdurrahman, 2011) tatkala menafsirkan ayat di atas, “Didik dan ajarilah mereka.” Maka dari itu, pengajaran dan pendidikan ialah surga, dan menyepelekannya berarti neraka.

Menanamkan benih moral, kesopanan, dan adab lainnya membutuhkan proses yang amat panjang. Moral diidentikkan dengan rasa (nurahi), sehingga anak perlu mencicipi terlebih dahulu untuk mengetahui rasanya. Misal, bila orang tua hendak mengajarkan anak menghargai kebersihan, maka anak perlu diajarkan bersih-bersih terlebih dahulu. Sementara itu, orang tua perlu juga dijadikan teladan agar anak dapat meniru perangainya dengan baik. Sebagaimana yang diutarakan oleh Bandura (Jarvis, 2015) bahwa perilaku meniru sebagai pengaruh utama perilaku manusia. Hal senada juga diterangkan dalam teori pengkondisian operan (Feist & Gregory, 2010) bahwa individu kemungkinan akan mengulangi suatu perilaku manakala informasi tersebut terdapat penguatan (reinforcement). Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (Abdurrahman, 2011):

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (H.R. Al-Bukhari)

Selain itu, perilaku anak merupakan efek dari perasaan, dan perasaan merupakan efek dari pikiran. Untuk mengubah hasil akhir yang diinginkan, maka perlu mengubah perilaku kita. Perilaku anak dapat diubah dengan menemukan motivasi. Individu tergerak melakukan sebuah tindakan jika mereka termotivasi melakukannya. Motivasi ini terkait dengan emosi sebagaimana yang diungkapkan oleh Tony Robins bahwa emotion create motion (emosi menciptakan pergerakan). Selain itu, emosi juga terkait dengan rasa. Perilaku yang ditampilkan akan berbeda manakala kita sedang merasakan emosi yang berbeda. Di saat Bahagia, perilaku yang kita tampilkan berbeda dengan saat kita kesal. Perasaan tersebut diistilahkan dengan state of mind. Biasanya kita cukup menyebutnya dengan kata state.

Individu yang mampu mengelolah state ialah individu yang mampu melakukan tindakan yang diperlukan meski kondisi sedang kurang baik. Ia dapat menaklukan perasaan tersebut meskipun dirinya diliputi oleh perasaan negatif.

Dalam ilmu NLP, state dipengaruhi oleh dua hal, yakni:

1. Pikiran. Apa yang kita pikirkan dan bagaimana cara kita memikirkannya

2. Fisiologi. Mulai dari postur tubuh, gerak, dan pola pernafasan.

Olehnya itu, manakala kita ingin mengubah perilaku anak, mulailah dengan mengubah perasaan. Selanjutnya, bila ingin mengubah perasaan, caranya dengan mengubah pikiran dan fisiologi kita terlebih dahulu (Aji, 2020)

Oleh: Muhammad Hadiyat Jafar

Sumber dari: https://wahdah.or.id/teknik-ajaib-mengubah-perilaku-anak/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *